Saturday, February 6, 2016

Militer Rusia Bisa Tundukkan NATO dalam Waktu 60 Jam

Kabar buruk buat Eropa. Sebuah studi menyebut militer Rusia mampu menduduki negara anggota NATO di perbatasan timur cuma dalam waktu tiga hari. NATO disebut tidak memiliki kekuatan setara untuk menghalau serbuan Rusi.

Militer Rusia diyakini akan mampu menduduki negara anggota NATO di kawasan Baltik cuma dalam waktu 36 hingga 60 jam. Analisa yang dikeluarkan sebuah lembaga think-tank Amerika Serikat tersebut menyebut NATO tidak memiliki kemampuan militer yang mencukupi buat melindungi perbatasan terluarnya.

Lewat berbagai simulasi perang, Rusia akan dengan mudah mencaplok Latvia dengan mengirimkan batalion bersenjata berat, tanpa adanya kekuatan tandingan setara dari pihak NATO.

Setelah menduduki Latvia, sisa pasukan dari ke 27 batalion infanteri bermotor Rusia akan dengan mudah menerobos Estonia dan merebut ibukota Talinn. Studi setebal 16 halaman tersebut bahkan mewanti-wanti pertahanan gabungan antara pasukan infanteri Latvia dan Estonia yang dibantu serangan udara AS tidak akan mampu menghalau serangan Rusia.
Infografik militäre Zwischenfälle Russland und den Westen 2014
Insiden militer antara Rusia dan negara-negara NATO di perbatasan timur Eropa tahun 2014.
Masalah terbesar NATO adalah minimnya persenjataan di ke 12 batalion yang dimilikinya di perbatasan timur. Studi tersebut mencatat batalion NATO di timur tidak memiliki satu pun tank tempur, kecuali batalion Stryker milik AS yang dilengkapi dengan 300 kendaraan lapis baja dan 4500 serdadu.

Sebaliknya semua 27 batalion Rusia di wilayah yang berbatasan dengan NATO diperkuat dengan tank tempur.
Untuk menyaingi kekuatan Rusia, NATO harus menambah kekuatannya di darat. Studi Rand Corporation menganjurkan NATO membentuk tujuh brigade, tiga diantaranya diperkuat dengan tank tempur, dan didukung oleh satuan artileri dan angkatan udara, akan mampu menjamin keamanan negara anggotanya di perbatasan terluar.

Namun penambahan pasukan pada skala sebesar itu akan menyedot biaya sekitar 2,7 milyar US Dollar atau sekitar 36 trilyun Rupiah per tahun.

Sumber : dw.com

Survei : Masyarakat Masih Suka Figur Militer




Jakarta - Belum setengah periode pasangan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla memerintah negeri ini, namun pembicaraan seputar siapa calon pemimpin berikutya sudah mulai ramai diulas oleh para lembaga survei.

Salahsatunya, Lembaga Survei Segitiga Institute yang dalam survei terbarunya menyebutkan, bahwa untuk kepemimpinan mendatang, mayoritas rakyat Indonesia menginginkan seorang pemimpin yang berasal dari kalangan militer.

"Ternyata meski sudah satu tahun Pemerintah Jokowi-JK ini sudah berjalan. Publik masih suka figur militer. Mereka tidak lupa dengan figur-figur berlatar belakang militer," kata Direktur Eksekutif Segitiga Institute, Muhammad Sukron, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/1/2016).

Dalam survei tersebut, sekitar 40,5 persen menghendaki presiden di tahun 2019-2024 yang akan datang diambil alih kembali oleh seseorang yang berlatar belakang TNI.

Sementara itu, 21,4 persen publik menghendaki capres berlatarbelakang sipil dan 27,3 persen tidak lagi mempersoalkan sipil maupun militer. Sedangkan 10,8 persen menjawab tidak tahu.

"Data yang kami dapat dari nama-nama petinggi TNI yang dicantumkan kepada responden, pilihan tertinggi jatuh pada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo," ujar Sukron.

Dipaparkan dia, perolehan angka Gatot mencapai 35,9 persen, lalu Djoko Suyanto 27,4 persen, yang ketiga ditempati Moeldoko 22,6 persen dan Agus Suhartono 14,1 persen.

Survei ini digelar pada tanggal 4 Januari sampai dengan 15 Januari 2016 di 34 provinsi yang ada di seluruh Indonesia.

Populasi survei ini adalah seluruh calon pemilih dalam Pemilu 2019 atau seluruh penduduk Indonesia yang minimal telah berusia 17 tahun dan/atau belum 17 tahun tetapi sudah menikah.

Sementara itu, jumlah sampel dalam survei ini sebanyak 1.225 responden, yang diperoleh melalui teknik pengambilan sampel secara  berjenjang atau multistage random sampling.

Tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen, dengan margin of error plus minus 2,8 persen.

Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dengan responden dengan pedoman kuesioner.

Untuk diketahui, Segitiga Institut merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dan konsen dengan isu-isu publik, terutama konsolidasi demokrasi.

Sumber : Liputan6.com