Negara Barat tidak lagi dominan dalam teknik militer. Rusia dan Cina
kini menyodok ke depan dalam pengembangan persenjataan modern. Kenaikan
drastis anggaran militer di Asia menjadi salah satu pemicu.
Perimbangan kekuatan militer global kini mulai bergeser menuju Asia dan
Rusia. Keunggulan Barat dalam teknik yang berkaitan dengan persenjataan
mulai disalip negara-negara di Asia dan Rusia. Teknik peluru kendali,
drone tak berawak serta perlengkapan perang elektronik bukan lagi hanya
dikuasai Barat. Demikian laporan tahunan Perimbangan Kekuatan Militer
Global yang dirilis International Institute for Straregic Studies-IISS.
Jumlah negara yang memiliki teknik persenjataan modern, seperti
kendaraan militer tak berawak kini meningkat dua kali lipat dibanding 5
tahun silam. Cina menjadi eksportir persenjataan berteknik paling anyar
yang cukup menonjol. “Cina bahkan mengekspor senjata canggihnya ke Irak
dan Nigeria,” demikian papar laporan IISS.
“Dominasi teknik militer Barat yang menjadi andalan sejak dua dekade
kini melorot tajam,” ujar John Chipman, direktur jenderal IISS kepada
media. Pengembangan teknologi persenjataan canggih kini juga makin
banyak dilakukan perusahaan swasta, bukan lagi oleh lembaga militer
negara.
Kekuatan Militer Barat Susut Drastis
Faktor yang memicu merosotnya dominasi Barat dalam teknik persenjataan
antara lain, kenaikan drastis anggaran militer di Rusia dan Asia serta
menyusutnya jumlah pasukan Barat dalam NATO. Anggaran militer Rusia naik
drastis pada tahun-tahun silam, dan kini jumlahnya ditaksir mencapai 20
persen total anggaran militer global. AS memang masih memimpin di depan
dalam budgert militer, tapi Cina. India dan Rusia menempel ketat di
belakangnya.
Negara-negara di Asia juga berlomba-lomba mempermodern persenjataannya.
Total anggaran militer Asia mencapai sekitar 100 milyar US Dolar per
tahun, volume ini melebihi anggaran pertahanan NATO di Eropa. Juga
jumlah anggota militer di berbagai negara dinaikan cukup signifikan.
Tren sebaliknya justru terlihat di dalam Pakta Pertahanan Atlantik
Utara. Jumlah battalion tentara di negara-negara Eropa anggota utama
NATO dan di Amerika Serikat dalam 15 tahun terakhir menciut drastis dari
semula 650 batalion menjadi tinggal 185 batalion. Satu battalion
terdiri dari 700 hingga 1000 serdadu. Indikasi lain merosotnya kekuatan
militer NATO adalah penciutan jumlah jet tempur Inggris dari 475 unit
menjadi tinggal 195 dan jet tempur Perancis dari 580 menjadi tinggal 270
pesawat.
Laporan juga menyarankan NATO untuk bekerjasama lebih erat dengan Uni
Eropa dalam menghadapi potensi ancaman. “Nato tidak punya kapabilitas
cukup atasai ancaman dari Rusia di kawasan Eropa Timur. Tapi negara Uni
Eropa masih mampu hadapi,“ demikian paparan laporan IISS. Juga IISS
memperingatkan, ancaman Islamic State-ISIS terhadap Barat tidak bisa
hanya dibasmi lewat kekerasan militer.
as / yf ( afp , dpa )
Sumber : dw.com