Sunday, February 14, 2016

Dominasi Barat dalam Teknik Militer Merosot

Negara Barat tidak lagi dominan dalam teknik militer. Rusia dan Cina kini menyodok ke depan dalam pengembangan persenjataan modern. Kenaikan drastis anggaran militer di Asia menjadi salah satu pemicu. 


Perimbangan kekuatan militer global kini mulai bergeser menuju Asia dan Rusia. Keunggulan Barat dalam teknik yang berkaitan dengan persenjataan mulai disalip negara-negara di Asia dan Rusia. Teknik peluru kendali, drone tak berawak serta perlengkapan perang elektronik bukan lagi hanya dikuasai Barat. Demikian laporan tahunan Perimbangan Kekuatan Militer Global yang dirilis International Institute for Straregic Studies-IISS.

Jumlah negara yang memiliki teknik persenjataan modern, seperti kendaraan militer tak berawak kini meningkat dua kali lipat dibanding 5 tahun silam. Cina menjadi eksportir persenjataan berteknik paling anyar yang cukup menonjol. “Cina bahkan mengekspor senjata canggihnya ke Irak dan Nigeria,” demikian papar laporan IISS. 

“Dominasi teknik militer Barat yang menjadi andalan sejak dua dekade kini melorot tajam,” ujar John Chipman, direktur jenderal IISS kepada media. Pengembangan teknologi persenjataan canggih kini juga makin banyak dilakukan perusahaan swasta, bukan lagi oleh lembaga militer negara.
 
Kekuatan Militer Barat Susut Drastis

Faktor yang memicu merosotnya dominasi Barat dalam teknik persenjataan antara lain, kenaikan drastis anggaran militer di Rusia dan Asia serta menyusutnya jumlah pasukan Barat dalam NATO. Anggaran militer Rusia naik drastis pada tahun-tahun silam, dan kini jumlahnya ditaksir mencapai 20 persen total anggaran militer global. AS memang masih memimpin di depan dalam budgert militer, tapi Cina. India dan Rusia menempel ketat di belakangnya. 
 
Negara-negara di Asia juga berlomba-lomba mempermodern persenjataannya. Total anggaran militer Asia mencapai sekitar 100 milyar US Dolar per tahun, volume ini melebihi anggaran pertahanan NATO di Eropa. Juga jumlah anggota militer di berbagai negara dinaikan cukup signifikan.

Tren sebaliknya justru terlihat di dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Jumlah battalion tentara di negara-negara Eropa anggota utama NATO dan di Amerika Serikat dalam 15 tahun terakhir menciut drastis dari semula 650 batalion menjadi tinggal 185 batalion. Satu battalion terdiri dari 700 hingga 1000 serdadu. Indikasi lain merosotnya kekuatan militer NATO adalah penciutan jumlah jet tempur Inggris dari 475 unit menjadi tinggal 195 dan jet tempur Perancis dari 580 menjadi tinggal 270 pesawat.

Laporan juga menyarankan NATO untuk bekerjasama lebih erat dengan Uni Eropa dalam menghadapi potensi ancaman. “Nato tidak punya kapabilitas cukup atasai ancaman dari Rusia di kawasan Eropa Timur. Tapi negara Uni Eropa masih mampu hadapi,“ demikian paparan laporan IISS. Juga IISS memperingatkan, ancaman Islamic State-ISIS terhadap Barat tidak bisa hanya dibasmi lewat kekerasan militer.

as / yf ( afp , dpa )

Sumber : dw.com

No comments:

Post a Comment